Search

Covid-19, Wahana Mulat Sarira Rajut Kembali Kesederhanaan Manusia Bali - Balipuspanews.com

Alam Bali pasca COVID 19
Alam Bali pasca COVID 19

Penulis: Ki Tambet/ Ngurah Arthadana

OPINI ANDA, balipuspanews.com -Hampir sebulan terakhir ini masyarakat Indonesia termasuk pula krama Wanoa Wangsul atau Nusa Wali yang kini dikenal dengan sebutan Bali hidup dalam keprihatinan. Ini akibat dampak dari mewabahnya virus corona atau covid-19.

Patut diakui secara jujur bahwa merebaknya wabah virus corona telah mampu merubah banyak hal pada kehidupan umat manusia. Seperti misalnya merubah proses pendidikan, ekonomi hingga tradisi dan dalam berkeyakinan. Contohnya, ditahun ini baru pertama kalinya dalam sejarah, Amati Lelungan yang merupakan salah satu bagian dari Catur Brata Penyepian digelar dua kali berturut-turut. Yakni tepat pada saat Hari Raya Nyepi dan keesokan harinya atau pada hari Ngembak Nyepi.

Atau, sempat munculnya wacana pelaksanaan sipeng tiga hari di Bali. Meski kemudian setelah ada rapat bersama antara pihak Majelis Agung Desa Adat dan PHDI Bali beserta beberapa unsur lainnya, rencana sipeng tiga hari tersebut akhirnya dibatalkan.

Namun sekali lagi dan penting digarisbawahi, bahwa penyebaran virus corona yang bermula mewabah di negeri Tirai Bambu, China telah mampu merubah berbagai hal dalam kehidupan umat manusia. Termasuk merubah banyak hal pada proses kehidupan dan berkehidupan bagi semeton Hindu Bali.

Lalu, apakah dengan berdampaknya pengaruh virus corona hingga ke Pulau Dewata hanya cukup dianggap sebagai sesuatu yang wajar? Mengingat virus corona telah menyebar pada ratusan negara di dunia.

Sebagai mahluk ciptaan Tuhan yang paling mulia dan sempurna serta dengan memiliki Tri Premana (Bayu, Sabda dan Idep), maka adalah sangat bijak ketika merebaknya virus corona dijadikan sebuah momentum perenungan diri. Atau setidaknya, merebaknya virus corona dimaknai sebagai anugerah indahnya agar setiap manusia khususnya manusia Bali meng-nol-kan diri atau melakukan perenungan diri untuk kemudian mulat sarira.

Manusia Bali, sejak lama telah menjadikan Tri Hita Karana (THK) sebagai landasan hidup dan berkehidupan. Maka, mulat sarira yang dimaksudkan ditengah mewabahnya virus corona tentu melalui refleksi terhadap implementasi dari THK itu sendiri. Seperti apa? Mari kita telanjangi diri sendiri.

Dari sisi pelemahan, setiap tahun berhektar-hektar tanah Bali beralih fungsi dan beralih milik. Tidak sedikit diantaranya lahan Bali yang beralih fungsi dan milik tersebut merupakan karang-karang tenget (suci/ sakral). Diantara karang-karang tenget tersebut, bukan tidak mungkin ada yang merupakan zona-zona “kekuasaan” sarwaning merana. Mengingat, sangat mungkin merana termasuk virus dan corona salah satunya adalah bagian dari sarwa bebuthan yang tentu tidak terlihat (niskala). Sehingga ketika “rumah-rumah” merana telah beralih fungsi sarwa merana termasuk virus corona pun murka dan sangat mudah menjangkiti manusia.

Dari sisi pawongan, covid-19 mengajarkan bahwa manusia Bali untuk semakin mempertebal jiwa-jiwa kemanusiaannya. Terutama dalam membiasakan diri melakukan “manusia yadnya”. Manusia yadnya yang dimaksudkan adalah berbagi terhadap sesama. Misalnya sekedar berbagi sembako kepada warga yang memang membutuhkan ditengah kesulitan ekonomi akibat salah satu dampak dari mewabahnya virus corona.

Sementara dari sisi parahyangan, Bali dikenal sangat gigih beryadnya yang terklasifikasi menjadi lima jenis yadnya yang disebut dengan Panca Yadnya. Pertanyaannya, dibalik rutinitas dan gemerlap yadnya-yadnya yang digelar, maaf, tidakkah diantaranya ada yang digelar secara jor-joran atau besar dan mewah dengan biaya mahal tetapi kering dalam pemaknaan.

Atau didalam beryadnya dengan kelima jenis yadnya, ternyata telah terjadi ketidakseimbangan. Contohnya, setiap saat umat rajin Tri Sandya atau ngaturang bhakti (dewa yadnya) tetapi sangat jarang menghormati mahluk alam bawah (butha yadnya) dengan cara sekedar matetabuh (menabur arak dan berem). Atau juga, tidakkah didalam beryadnya umat cenderung mengedepankan sisi formalitas semata dan dalam pemenuhan sisi formalitas itu ternyata bertopengkan kepalsuan. Misalnya menggunakan arak berem palsu, sarana upakara berbahan plastik atau bahkan kemeriahan yadnya yang juga palsu. Seperti misalnya dengan membiarkan judi dadu dan bola adil di jaba pura atau wantilan yang bersanding dengan merdunya alunan kidung wargasari mengiringi saha mantra dan denting genta.

Sehingga, atas berbagai fenomena itu ketika virus corona mewabah, Bali yang menjadi pusat digelarnya yadnya juga sangat mudah terjangkiti. Maka ketika itu terjadi, bukan berarti Ida Bethara yang berstana diberbagai khayangan di Bali murka dan mengutuk umatNya. Dan yakinlah, Ida Bethara tidak suka menyusahkan umatNya termasuk dengan membiarkan umatnya menjadi korban serangan virus.

Kalaupun akhirnya Bali menjadi wilayah penyebaran virus corona, yakinlah bahwa itu caraNya untuk mengingatkan manusia Bali untuk eling dan pulang. Ya pulang, pulang kepada kesederhanaan-kesederhanaan sebagai manusia Bali. Yakni berkarakterkan Tri Hita Karana dan menjadikan Panca Yadnya berjalan semestinya dan mampu memaknai bahwa setiap yadnya yang digelar akan semakin mempertebal jiwa-jiwa kemanusiaannya.

Penulis: seorang juru warta, tinggal di Banjar Kamasan, Desa Dajan Peken, Tabanan

Let's block ads! (Why?)



"bali" - Google Berita
April 15, 2020 at 05:35AM
https://ift.tt/3epFwMr

Covid-19, Wahana Mulat Sarira Rajut Kembali Kesederhanaan Manusia Bali - Balipuspanews.com
"bali" - Google Berita
https://ift.tt/2STuRRQ
Shoes Man Tutorial
Pos News Update
Meme Update
Korean Entertainment News
Japan News Update

Bagikan Berita Ini

0 Response to "Covid-19, Wahana Mulat Sarira Rajut Kembali Kesederhanaan Manusia Bali - Balipuspanews.com"

Post a Comment

Powered by Blogger.